Nggak enaknya jadi budget traveler
Traveling itu tidak seindah posting-an di instagram.
Tulisan ini dimulai dengan mengabsen kemalangan yang sukses bikin aku mikir, "Ini traveling apa ujian hidup?"
Surabaya: Bermalam di stasiun sambil ditemani oleh ribuan nyamuk.
Surabaya (lagi): Salah naik kereta, berakhir mengikuti rute kereta tersebut selama 5 jam.
Malang: Ketinggalan kereta dan berencana naik bus malah kena scam di terminal.
Banyuwangi: Hampir kena scam part 2. Jam 2 subuh, habis turun dari bus, di paksa ikut bapak-bapak misterius yang katanya mau nganterin ke pelabuhan. Film horor kalah vibes-nya. Asli selama kita jalan menjauh itu dia masih ngikutin.
Banyuwangi (lagi): Tidur siang di kursi depan Indomaret sambil di panggang. Iya itu panas mataharinya ke arah badan kita semua.
Bali: Malemnya tidur di kursi depan ATM. Serasa nunggu transferan yang nggak pernah datang.
Yogyakarta: Menginap di kosan tua yang horornya kerasa banget, gegara kamar homestay yang aku pesan kena double book. Kosan tua itu isinya hanya ada aku dan temanku, banyak debu dan seperti sudah lama di tinggalkan. Ini berasa lagi jadi korban penculikan deh.
Jakarta: Nyasar ke gang yang isinya pencopet. Adventure level: extreme.
Aku pikir cuma delapan poin itu aja yang aku ingat dan alami selama melakukan travel. Iya, semoga aja cuma itu doang. Itu. Doang. Aamiin.
Siapa sih orang yang dengan sengaja masukin hal-hal kayak gitu ke dalam rencana perjalanan? Nggak mungkin, kan? Pasti kita semua udah ngerencanain sebaik mungkin biar trip-nya lancar.
Aku pernah ada di momen di mana beberapa hal itu terjadi berturut-turut. Sempat frustrasi sendiri—badan udah capek, uang juga udah habis. Tapi kenapa sih, trip ini nggak berjalan sesuai rencana? Padahal, aku merasa udah nyusun semuanya dengan matang. Udah searching sebaik dan se-detail mungkin biar sesuai keinginan.
Lalu aku mulai mikir:
Apa aku yang kurang searching ya?
Harusnya aku research lebih banyak lagi, nggak sih?
Kurang luas cari infonya? Kurang lama nyusunnya? Ahskskdk ini semua salahku.
Setelah melamumun akhirnya aku tersadarkan.
Sadar nggak sih? Mau serapi apapun aku merencanakannya, mau selama apapun aku research, pada kenyataannya kita semua cuma manusia. Iya, cuma manusia. Sebaik apapun kita menyusun rencana, tetap aja semua kembali lagi ke Yang Di Atas.
Terlepas dari semua kemalangan yang bikin capek dan frustrasi itu, aku percaya—ada hal lain yang Tuhan siapkan.
Saat kita nyusun rencana, semesta juga lagi nyiapin skenario yang jauh lebih besar dari imajinasi kita- Heypearling
Kalau bukan karena salah naik kereta, aku nggak akan dapat nasihat dari orang asing yang aku temui waktu itu, dia buat aku nangis di kereta, buat yang belum baca ini sedikit rangkumannya:
Ketika aku bangun saat masih di tengah perjalanan, ternyata ada seseorang yang mengisi bangku di hadapanku yang tadinya kosong, sehingga kami duduk berhadapan. Awalnya, dia ngeliatin aku terus, sampai akhirnya sebuah topik pembicaraan dimulai, dengan pertanyaan yang sangat umum ditanyakan saat di kereta, "Turun di mana, Kak?" Setelah itu, dia bertanya lagi, "Kamu dari mana? Di sini lagi ngapain?". Dari jawaban yang aku berikan, dia memberi banyak saran. Lalu, karena aku merasa mungkin dia juga akan memberikan saran yang baik untuk "satu hal" yang belakangan ini cukup membuatku bersedih, aku memberanikan diri untuk membuka satu pertanyaan. Dan kalian tahu apa?
Selama mendengarkan jawaban yang dia berikan, aku berusaha menahan tangis. Masa aku nangis di depan dia, kan malu? Singkatnya, dia bilang begini: "Kamu boleh nggak suka sama keadaan, tapi jangan banyak mengeluh. Jalani aja, jangan mudah beranggapan bahwa seseorang itu baik. Kamu ketemu aku hari ini, juga kamu bilang aku baik, tapi kan kita belum tahu gimana nanti. Jadi, kenali saja dulu orang lain itu lebih jauh. Akan ada orang yang nggak suka sama kamu, bahkan ingin menjatuhkan kamu. Pokoknya, apa yang membuat kamu merasa nyaman, cukup itu aja yang kamu jalani atau kamu jaga. Jangan pernah lupa untuk jadi diri sendiri. Kalau kamu jadi diri sendiri, mau dunia bagaimanapun, kamu tidak akan kalah. Nanti, ada masa yang lebih berat lagi dari ini, ketika kamu semakin tumbuh dewasa."
Setelah selesai dia ngomong begitu, ternyata kereta yang kami tumpangi berhenti di stasiun pemberhentian dia, yang artinya dia akan segera turun dan kami berpisah.
Setelah dia turun dan aku melihat jadwal rute kereta ternyata aku salah kereta, seharusnya kereta yang aku naiki adalah kereta setelah pemberangkatan kereta yang sedang aku naiki ini. Tetapi, aku malah naik kereta yang lebih awal, tidak ada yang bisa aku lakukan juga selain membosan dalam 7 jam perjalanan ini.
Begitu sampai di kotaku, aku masih berpikir orang yang aku temui tadi beneran manusia atau bukan ya? Heran aja gitu kenapa waktunya bisa pas. Aku yang lagi membutuhkan saran lalu bertemu dia. Setelah dia selesai memberikan sarannya, dia turun dari kereta, dan aku yang salah kereta berarti kursi yang aku duduki ada pemiliknya tetapi, tidak ada yang mengusikku selama 7 jam perjalanan itu.
Sampai sekarang aku juga masih bingung semua kecerobohan dan ketidaksengajaan ini murni karena kesalahan aku saja, atau mungkin juga aku sedang menjalankan rencana Tuhan.
Kalau bukan karena ketinggalan kereta dan akhirnya naik bus, aku nggak akan pergi ke Kawah Wurung—yang ternyata jadi tempat wisata favoritku sejauh ini. Tempat terindah.
Kalau bukan karena kemalangan-kemalangan itu, cerita traveling ini nggak akan jadi semenarik ini untuk dibahas lagi.
Tapi ya… kalau disuruh milih, aku tetap pilih nggak mau punya daftar kemalangan itu sih, hahaha.
Mungkin ini yang dinamakan seninya traveling—lebih tepatnya, seni dari jadi seorang budget traveler. Capek banget tapi juga seru banget.
It’s not about the destination.
It’s about the journey.
Kalau kamu suka sama cerita ini dan mau mendukung karyaku. Kamu bisa traktir aku Es Krim 🍦↴